Pantun Sunda – Pantun yang merupakan bentuk puisi lama memang bukan lagi hal asing bagi masyarakat Indonesia. Puisi lama yang terikat bait, sajak serta rima ini memiliki ciri khas dengan irama akhir pada kata yang senada.
Namun, ternyata dalam bentuk penyebutannya pantun memiliki perbedaan yang signifikan. Salah satunya adalah penyebutan pada pantun Sunda yang lebih dikenal dengan Sisindiran.
Pantun Sisindiran ini juga memiliki perbedaan dengan pantun Indonesia yang dapat didengar dalam pengucapannya atau bahkan dibaca dalam kalimatnya. Nah, lalu apa sebenarnya perbedaan pantun ini dengan pantun bahasa Indonesia yang biasa didengar? Berikut ulasannya:
Sekilas Tentang Sisindiran
Bukan rahasia umum bahwa pantun menjadi puisi lama yang bahkan hingga kini masih sering digunakan sebagai alat komunikasi. Tentu saja pantun juga menjadi bagian penting yang seringkali digunakan dalam pertunjukkan.
Bukan hanya pantun bahasa Indonesia saja yang masih mewangi namun, pantun Sunda juga menjadi bagian pantun tradisional yang masih asri.
Pantun bahasa Sunda atau yang biasa disebut dengan Sisindiran sendiri sebenarnya merupakan pantun yang seringkali digunakan untuk menggambarkan suatu situasi.
Penggambaran ini bisa berupa perasaan, keadaan desa atau bahkan lingkungan sekitar. Penggunaan pantun ini sendiri menjadi favorit bukan hanya orang dewasa namun juga anak-anak. Apalagi bagi masyarakat Sunda yang tentu sudah sangat familiar dengan bahasanya
Penggunaan pantun ini sendiri seringkali diucapkan dalam konteks formal maupun informal. Pantun ini tidak jarang digunakan dalam acara lamaran, pernikahan atau bahkan pada saat-saat bersantai bersama masyarakat luas.
Melalui namanya yang menggunakan bahasa Sunda Sisindiran maka, dapat diartikan juga bahwa pantun ini cenderung menjadi pantun yang ditujukan pada seseorang atau kelompok.
Penggunaannya pada dasarnya bersifat menasehati atau dalam tanda kutip menyindir dengan tujuan nasihat. Biasanya tema yang digunakan dalam pantun ini pun beragam mulai dari religius, lingkungan, pendidikan atau bahkan jenaka.
Inilah juga yang pada akhirnya membuat pantun ini menjadi cukup favorit di berbagai kalangan masyarakat untuk mengungkapkan perasaan. Khususnya tentu masyarakat Sunda.
Baca Juga: Pantun Tentang Sekolah
Menilik Perbedaan Pantun Indonesia dan Sunda
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa pantun Sunda memiliki perbedaan yang cukup mendasar dengan pantun bahasa Indonesia yang biasa digunakan. Bila dilihat atau didengar secara langsung tentu perbedaan mendasar dari kedua pantun ini terletak dari bahasa yang digunakan.
Apabila pada pantun Indonesia cenderung menggunakan bahasa baku Indonesia atau bahkan Melayu maka, pada pantun Sisindiran tentu bahasa yang digunakan adalah bahasa Sunda.
Perbedaan ini tentu menjadi perbedaan mendasar yang diketahui oleh semua orang. Namun, ternyata ada perbedaan lain yang cukup signifikan dari kedua pantun ini pada beberapa aspek. Nah, untuk mengetahuinya mari simak ulasan berikut:
1. Perbedaan pada Suku Kata
Perbedaan pertama yang harus diperhatikan adalah pada penggunaan suku kata dalam setiap baris pantun. Pada pantun bahasa Indonesia umumnya penggunaan suku kata dapat menggunakan 8 bahkan hingga 12 suku per katanya. Hal ini ternyata berbeda dengan pantun Sisindiran atau Sunda.
Pada Pantun Sisindiran penggunaan suku kata hanya diperbolehkan pada batas angka 8 suku kata saja. Hal ini tentu menjadi perbedaan yang harus diperhatikan dalam pembuatan pantun Sisindiran supaya tidak melebihi suku kata yang diperbolehkan.
2. Perbedaan pada Larik
Umumnya pada pantun bahasa Indonesia akan terdiri dari 4 larik. Ini tentu telah menjadi ketentuan yang sudah diajarkan pada anak-anak di Indonesia sejak SD. Namun, hal inilah yang kemudian harus menjadi fokus dalam pembuatan pantun Sisindiran atau Sunda.
Pada pantun Sunda ini, jumlah larik yang digunakan dalam satu pantun bisa lebih dari 4 larik. Namun, tentu saja penggunaan 4 larik juga tetap diperbolehkan. Inilah kemudian perbedaan berikutnya yang dapat terlihat jelas pada aturan pembuatan larik.
3. Perbedaan Penyusunan Pantun
Apabila dalam penyusunan lariknya saja sudah memiliki perbedaan pada jumlah, tentu hal ini juga akan memiliki perbedaan pada penyusunan dalam satu pantun. Seperti yang diketahui bahwa pada pantun bahasa Indonesia, penggunaan pantun hanya ada satu kali. Hal inilah kemudian membedakan dengan pantun Sunda.
Pada pantun Sisindiran bahkan terdiri dari 3 jenis yaitu paparikan yang dapat dikatakan sebagai pembuka yang tidak memiliki arti. Bagian keduanya adalah cangkang yang memiliki fungsi sama seperti sampiran dan ketiga adalah rarakitan. Pada bagian rarakitan inilah nantinya isi atau petuah akan dituliskan atau diucapkan.
Mengenal Fungsi Pantun Sisindiran
Tentunya mengenal fungsi pantun Sunda atau biasa disebut Sisindiran juga menjadi bagian penting yang patut dipahami. Sama halnya dengan pantun bahasa Indonesia yang memiliki fungsi untuk memberikan petuah atau sebagai ungkapan rasa.
Pada pantun Sisindiran hal ini juga menjadi bagian utama dari penggunaan pantun. Namun, apa sebenarnya fungsi utama dari adanya pembuatan atau penggunaan Sisindiran ini? Berikut adalah ulasannya:
1. Sebagai Pengendalian Tingkah Laku
Fungsi pertama dari penggunaan pantun ini bisa dibilang merupakan bentuk bahasa untuk pengendalian tingkah laku masyarakat. Tentu bukan rahasia umum bahwa penggunaan bahasa yang baik dan tepat pada seseorang bisa menjadi nasihat tepat bagi orang tersebut.
Hal inilah yang kemudian diterapkan orang zaman dulu untuk memberikan nasihat kepada orang lain. Pantun Sisindiran ini digunakan orang zaman dulu untuk memberikan nasihat supaya bisa menjaga tingkah laku serta taat pada norma yang ada. Melalui pantun inilah setiap kata atau kalimat yang diucapkan bisa dengan lebih mudah didengar dan dilaksanakan karena tidak ada sifat menggurui.
2. Mempertahankan Adat Istiadat
Pantun Sisindiran ini juga bentuk dari usaha masyarakat Sunda untuk mempertahankan adat istiadat. Bukan rahasia umum bahwa pantun menjadi bagian budaya Indonesia yang patut untuk dipertahankan dan terus dilestarikan.
Hal inilah yang kemudian juga dilakukan masyarakat Sunda pada pantun Sisindiran atau pantun Sunda. Apalagi dengan penggunaan bahasanya yang memiliki ciri khas tentu membuat pantun ini memiliki keunikan sendiri.
3. Sebagai Alat untuk Mengungkapkan Pendapat
Sama seperti fungsi pantun atau puisi pada umumnya, pantun Sunda juga memiliki fungsi sebagai ungkapan perasaan terhadap suatu situasi. Melalui penggunaan pantun ini seseorang bisa mengungkapkan pendapat atau pun rasa dengan lebih lepas.
Penggunaan larik dan sajak yang unik dan indah akan membuat pantun lebih mudah ditangkap oleh orang lain. Tidak heran bila pada akhirnya pantun seringkali digunakan untuk menyindir dalam konteks lingkungan, pendidikan atau bahkan keadaan masyarakat.
4. Sebagai Pengawasan pada Masyarakat
Fungsi lain yang ada pada pantun Sunda ini adalah sebagai pengawasan terhadap perilaku dalam masyarakat. Hampir sama dengan fungsinya sebagai pengendalian, pengawasan ini dilakukan dalam bait rarakitan yang disusun dari paparikan dan cangkang.
Melalui pantun ini nantinya bait pantun ini akan menjadi jembatan nasihat kepada masyarakat supaya menjaga sikap dan menjauhi larangan. Baik larangan dalam agama maupun dalam adat istiadat.
Menilik Contoh Pantun Sunda Sisindiran
Nah, setelah sebelumnya mengenal secara singkat tentang pantun Sisindiran maka, mengetahui berbagai contoh dari pantun ini adalah hal yang tentu perlu untuk diketahui. Lalu, bagaimana contoh dari pantun Sisindiran ini? Simak contohnya berikut ini:
1. Contoh Pantun Sunda Sisindiran 4 Baris
Contoh pantun pertama yang bisa dijadikan contoh adalah pantun dengan baris yang berjumlah 4 bait. Pada pantun ini setiap bait akan terdiri dari 2 baris sampiran dan 2 baris isi.
Tentunya sama dengan penyusun pantun dalam bahasa Indonesia. Lalu, bagaimana contohnya? Berikut 3 diantaranya:
Memeh ngagelarkeun kasur
samak heula ambeh rineh
memeh nyaritakeun batur
tilik heula awak maneh
Samping kageutahan dukuh
di kelab di kaca ikeun
nu matak maneh sing kukuh
papatah geura imankeum
Pulas batis encit muntah
meulina ti anu kumed
reungeukeun kami papatah
ulah resep ceceremed
2. Contoh Pantun Sunda Sisindiran 6 Baris
Seperti yang sempat dibahas sebelumnya tentang pantun Sisindiran yang bisa memiliki 3 jenis penyusun. Tentunya dalam penggunaannya pun akan terdiri dari 6 baris yang terdiri dari paparikan, cangkang dan rarakitan. Nah, lalu bagaimana contohnya? Berikut 3 diantaranya:
Hook teuing kebon kangkung,
Bareto ngalembok hejo,
Kiwari ngaleang bae,
Hook teuing ku nu jangkung,
Bereto harempoy emok,
Kiwari ngolembar bae.
Tikukur turun ku ribut,
Pegat talina ti leumpang,
Catang ceuri nutug leuwi,
Sapupur satiyung simbut,
Megat-megat kami leumpang,
Ceurik nurutkeun pandeuri.
Panjang parakan Cimuncang,
Ditua teu dipulangan,
Laukna bogo harideung,
Palangsiang keuna runcang,
Ku kami mo ditulungan,
sia mangsuakeu tineung.
Baca Juga: Pantun Terima Kasih
3. Contoh Pantun Sunda Sisindiran Kategori Agama
Menilik dari fungsinya sebagai pantun nasehat untuk mengendalikan tingkah laku masyarakat supaya tetap taat pada agama dan norma-norma sosial yang ada. Penggunaan pantun ini bisa diambil contoh sebagai berikut:
Nu ngaliwet dina dulang
disuluhan ku palapah
saha nu resep tutulung
meunang ganjaran ti Allah
Meuli wajit jeung jawadah
dipake hajat kiparat
masing rajin nya ibadah
ngalap ganjaran aherat
Sorabi make cipati
didahar seep sawadah
nya rabi titipan gusti
dikadar kuat ibadah
4. Contoh Pantun Sindiran Pendidikan
Pantun Sisindiran ini juga seringkali digunakan untuk memberikan nasihat atau opini terkait dengan sistem pendidikan di Indonesia. Nah, untuk mengetahui contohnya, mari simak 3 contoh berikut ini:
Hurang leuwi cicing deui
dina sumur kasaatan
beurang deui peuting deui
tetela umur ngorotan
Angeun hurang sapariuk
bawang angan dua sihung
ulah mungpang kapiwuruk
bisi ahirna kaduhung
Hayang iwung los ka Bandung
rek ngasah los ka Sumedang
hayang bingung geura nyandung
rek susah sing boga hutang
5. Contoh Pantun Sunda Sisindiran Jenaka
Penggunaan pantun yang seringkali menjadi bentuk sindiran biasanya selalu diselipkan kata-kata humor untuk membuat kalimat menjadi lebih sarkas. Hal inilah juga yang menjadi salah satu tujuan dari pantun Sisindiran ini. Nah, untuk mengetahui contohnya mari simak 3 pantun dibawah ini:
Isuk katung sore katung
kantungna siga popongkol
isuk nangtung sore nangtung
sarungna hiji ge dobol
Baju katung kancing katung
hoream ngajaranana
nyiar untung nyiar hutang
hoream mayaranana
Turub cupu buli-buli
dipake wadah hanggasa
daek sukur teu paduli
kami ge da moal maksa
Baca Juga: Pantun Tiktok
6. Contoh Pantun Sunda Sisindiran Tentang Perasaan
Ungkapan rasa menjadi satu contoh yang seringkali dituangkan dalam puisi atau bahkan pantun. Hal ini pun tidak mengecualikan penggunaannya dalam pantun Sisindiran. Lalu, bagaimana contohnya? Simak 3 pantun berikut ini untuk referensi:
Pileuleuyan daun pulus
kararas cau manggla
pileuleuyan tungtung imut
lamun welas kuring bawa
Kasur jangkung bantal panjang
nya bogo di kacaikeun
anu jangkung kuring melang
nya bogoh urang jadikeun
Sukur-sukur disundungan
kuring mah nyair ka leuwi
sukur-sukur dipundungan
kuring mah rek nyiar deui
Penutup
Nah, itulah tadi sekilas tentang pantun Sunda atau Sisindiran dengan berbagai contoh didalamnya. Penggunaan bahasa Sunda yang memiliki ciri khas tentu membuat pantun ini terdengar unik.
Berbagai makna didalamnya juga menjadi ciri khas yang tentunya perlu untuk terus dilestarikan generasi muda.