Tari Bedhaya – Kota Surakarta atau Solo tidak hanya populer akan destinasi wisatanya yang populer tetapi juga kebudayaannya. Salah satu kebudayaan yang hingga kini tetap lestari dan kaya makna adalah tari bedhaya.
Tari ini telah mengakar sejak zaman dulu dan erat kaitannya dengan Keraton Surakarta. Jenis tari Jawa klasik ini dianggap sakral karena kisahnya dan kerap diliputi hal mistis saat pementasannya.
Bahkan, penari maupun waktu pementasannya tidak boleh digelar secara sembarangan. Jika ingin tahu lebih dalam mengenai tari bedhaya, berikut ini adalah ulasannya:
Asal Tari Bedhaya
Tarian ini ketap dipentaskan saat adanya acara peringatan kenaikan tahta raja Keraton Surakarta atau Tingalandelam Jumenang.
Oleh karena itu, tarian tradisional ini diyakini berasal dari Surakarta. Kata dari nama tari ini berasal dari kata Bedhaya dalam Bahasa Jawa. Kemudian, kata tersebut memiliki arti penari wanita di istana.
Dari makna tersebut bisa diketahui jika tarian ini dianggap sakral dan suci. Pasalnya, tarian ini hanya dipentaskan pada acara tertentu saja.
Selain itu, untuk mementaskan tarian ini juga harus dilakukan pada hari tertentu, yakni setiap Selasa Kliwon. Masyarakat Surakarta menyebutnya sebagai Anggara Kasih. Bukan hanya pementasannya saja, namun latihannya pun wajib dilakukan di hari yang sama.
Baca Juga: Tari Bedhaya Ketawang
Sejarah Tari Bedhaya
Tarian ini dipercaya muncul pada Kesultanan Mataram tahun 1613 hingga 1645 yakni pada masa kepemimpinan Sultan Agung.
Saat Sultan Agung bersemedi, beliau mendengar suara senandung dari langit. Kemudian, hal itulah yang membuatnya terinspirasi untuk menciptakan tarian ini.
Versi lain mengatakan jika pada saat pertapaannya, pendiri Kerajaan Mataram Islam, yakni Panembahan Senopati bertemu dan menjalin kasih dengan Kanjeng Ratu Roro Kidul.
Kisah ini kemudian menjadi cikal bakal tarian yang sakral ini. Dengan begitu, banyak yang percaya jika tarian ini menceritakan tentang hubungan asmara antara Nyi Roro Kidul dengan para raja Mataram melalui tiap gerakan penari.
Kemudian, curhatan hari Kanjeng Ratu Kidul terhadap sang raja terkandung pada tembang pengiring tarian. Namun, setelah adanya perjanjian Giyanti tahun 1755, Kesultanan Mataram membagikan harga warisan pada Hamengkubuwana I dan Pakubuwana III.
Dalam perjanjian tersebut, tidak hanya terjadi pembagian wilayah, tetapi juga termasuk warisan budayanya. Pada akhirnya, tarian ini diberikan pada Keraton Kasunanan Surakarta.
Properti Tari Bedhaya
Sama seperti tari tradisional lainnya, pada tarian ini terdapat beberapa atribut atau properti yang dikenakan para penari.
Misalnya, mulai dari busana penari, sanggul, hingga perhiasan yang mempercantik tampilan penari. Berikut ini adalah penjelasan tentang properti tarian ini:
1. Kostum Penari
Para penari tarian ini menggunakan busana khas yang dinamakan dodot ageng atau basahan. Biasanya kostum ini juga dikenakan oleh pengantin perempuan Jawa.
Biasanya warna dodot yang dikenakan berwarna dominan hijau. Penari juga menggunakan sampur cindhe serta kain cinde berwarna merah dengan motif cakar yang fungsinya sebagai ikat pinggang.
2. Sanggul
Jenis gelungan atau sanggul yang digunakan para penari yakni gelung bokor mengkurep. Pasalnya, bentuknya sangat mirip dengan mangkuk yang terbalik. Jika dibandingkan dengan gelungan model Yogyakarta, jenis gelungan ini ukurannya lebih besar.
3. Aksesoris Perhiasan
Ada pula aksesoris lainnya yang dikenakan penari, yakni seperti centhung yaitu hiasan di atas kepala yang bentuknya mirip gapura dan jumlahnya sepasang.
Ada juga garuda mungkur yang digunakan di bawah sanggul bokor mengkurep dan biasanya terbuat dari bahan suasa dengan bertabur intan. Aksesoris lainnya yaitu sisir jeram saajar, yaitu perhiasan yang dikenakan penari.
Ada juga aksesoris lain yang dikenakan di kepala yakni cunduk mentul yaitu kembang goyang yang berjumlah 9 buah. Tiba dhadha yang merupakan rangkaian bunga melati juga dikenakan oleh penari di gelungan yang memanjang sampai bagian dada kanan.
Perhiasan lainnya yang dikenakan penari adalah cincin yang digunakan di jari tangan kanan dan kiri. Kemudian penari juga mengenakan gelang yang berwarna kuning keemasan serta bros yang dikenakan di baju sehingga penampilan penari semakin cantik.
Baca Juga: Tari Beksan Wireng
Pola Lantai Tari Bedhaya
Sama seperti tari tradisional lainnya, tari ini memiliki pola lantai tersendiri. Pola lantai tari ini secara umum menggunakan pola garis vertikal dan horizontal.
Kemudian, pola lantai tarian ini terbagi menjadi beberapa bagian, mulai dari rakit lajur, iring-iringan, ajeng-ajengan, dan lain-lain. Jika ingin tahu apa saja pola lantai tari ini beserta maknanya, berikut ini adalah ulasannya:
- Rakit lajur adalah pola lantai yang menyimbolkan penjelmaan manusia secara lahiriah yang terdiri dari tiga bagian tubuh yakni anggota gerak tubuh, kepala, dan badan.
- Ajeng-ajengan yaitu pola lantai yang menceritakan siklus kehidupan manusia bahwasanya manusia mempunyai takdir bahwa manusia selalu dihadapkan atas dua pilihan, yakni baik dan buruk.
- Iring-iringan adalah pola lantai yang melambangkan proses hidup batiniah pada manusia. Pada kehidupan keseharian, selalu terjadi ketidaksinkronan antara keinginan dan pikiran pada manusia.
- Lumebet lajur yakni pola lantai yang menceritakan sikap manusia yang taat dan patuh terhadap norma yang berlaku di masyarakat.
- Rakit tiga-tiga adalah pola lantai yang menyimbolkan perputaran pemikiran manusia. Pasalnya, terkadang pemikiran manusia teguh, goyah, serta mencapai kesadaran hingga sampai pada suatu penyatuan.
- Endel-endel apit medal yakni pola lantai yang menggambarkan atas ketidakpuasan manusia yang terkadang kurang bersyukur dan selalu menginginkan kebebasan atas aturan yang sudah ada.
Baca Juga: Tari Berpasangan
Gerakan Tari Bedhaya
Semua gerakan yang dilakukan penari kaya akan makna, yakni menggambarkan kepribadian perempuan Jawa yang santun serta lemah lembut.
Oleh karena itu, pada tarian ini, penari melakukan gerakan secara khidmat dan tenang. Selain itu, penari juga membawakan gerakan tarian ini secara lembut dan sangat luwes.
Pada tari tradisional ini, terdapat gerakan yang bernama kapang-kapang, yakni tangan penari berada di samping dan jari-jarinya ngiting.
Para penari melakukan gerakan secara lembut dan gemulai. Kemudian, penari melakukan gerakan sembahan yang menyimbolkan manusia harus menghormati Tuhan selaku Sang Pencipta.
Kemudian, pada Sang Penguasa Keraton, yakni sultan, penari melakukan sembahan jengkeng. Lalu, penari berdiri dan mengambil posisi mendhak dan mulai ngleyek sembari menari dengan perlahan-lahan.
Penari kemudian melakukan srisig dan kengser. Posisi penari akan bergantian sesuai gerak dan formasi tariannya. Misalnya, ketika penari selesai melangsungkan formasi rakit awitan, penari kemudian melakukan formasi rakit ajeng-ajeng.
Lalu, penari membentuk formasi rakit iring-iringan. Atau, penari terkadang membentuk formasi rakit tigo-tigo. Kemudian, barulah gerak ombak banyu dilakukan oleh penari.
Keunikan Tari Bedhaya
Tarian ini begitu sakral dan membuatnya begitu unik dibandingkan tari tradisional lainnya. Misalnya, mulai dari gerakannya yang penuh makna, waktu pementasan, dan syarat penarinya. Berikut ini adalah ulasan mengenai keunikan tari tradisional asal Surakarta ini:
1. Gerakan yang Kaya akan Makna
Berdasarkan kisah rakyat, gerakan yang dilakukan penari ini merupakan gerakan Nyai Roro Kidul atau ratu pantai selatan. Gerakan tersebut dilakukan Ratu Kencana Sari atau Nyai Roro Kidul saat merayu para Raja Mataram.
Berdasarkan cerita tersebut, raja-raja Mataram memiliki hubungan asmara dengan ratu pantai selatan tersebut. Namun, kisah ini hanyalah cerita rakyat semata dan belum ada bukti kebenarannya.
2. Digelar pada Waktu Tertentu
Sebelumnya telah disinggung jika pementasan tarian ini hanya saat Selasa Kliwon atau Anggara Kasih. Kemudian, penari juga wajib berlatih di hari yang sama.
Menurut masyarakat Jawa, makna dari Anggara Kasih yakni hari yang tepat untuk menunjukkan kasih sayang terhadap diri sendiri. Hingga kini kepercayaan ini masih ditaati oleh penari.
3. Syarat Penari
Tarian ini tidak bisa dilakukan oleh sembarang perempuan. Hanya perempuan yang masih gadis dan belum menikah yang bisa menarikannya.
Penari juga harus memiliki daya tahan tubuh yang baik karena harus melakukan puasa mutih hingga beberapa hari. Kemudian, saat melakukan tarian ini, penari tidak boleh dalam keadaan menstruasi.
Bagi penari yang tengah menstruasi, perlu dilakukan chaos dadar yakni ritual yang dilakukan penari untuk meminta izin ke Nyi Roro Kidul.
Penari juga Ritual ini dilakukan di panggung Sang Buwana Keraton Surakarta. Selain itu, penari juga diwajibkan berpuasa beberapa hari menjelang pertunjukan dimulai.
4. Jumlah Penari
Tarian ini harus dibawakan oleh sembilan penari perempuan. Bahkan, setiap penarinya memiliki nama serta arti masing-masing. Misalnya, seperti batak yang menjadi simbol jiwa dan pikiran, kemudian ada endhel ajeg sebagai simbol nafsu, dan lain-lain.
Kemudian, angka sembilan juga dipercaya sebagai angka yang sakral dan melambangkan jumlah mata angin. Pasalnya, masyarakat Jawa percaya akan adanya sembilan dewa yang menguasai setiap arah mata angin.
Fungsi Tari Bedhaya
Setelah mengetahui keunikan dari tarian ini, saatnya mengetahui berbagai fungsinya. Pasalnya, tarian ini tidak hanya sebagai sarana hiburan semata, namun fungsinya lebih dari itu. Di bawah ini adalah uraian tentang fungsi tari yang patut diketahui:
1. Tarian Adat Upacara
Untuk menampilkan tarian ini tidak bisa dilakukan di sembarang acara dan tempat. Pasalnya, tarian ini hanya digelar ketika ada upacara adat di keraton Surakarta. Ketika tarian ini dipentaskan, tidak boleh ada seorangpun yang mengeluarkan hidangan dan berbicara.
Pasalnya, tarian ini harus diselenggarakan dalam keadaan yang tenang. Aturan ini berlaku tidak hanya untuk pengiring musik tari dan penari saja tetapi juga penonton.
2. Sebagai Tarian yang Sakral dan Religius
Tarian ini begitu sakral karena menceritakan tentang kisah cinta raja Mataram dan Kanjeng Ratu Roro Kidul. Bahkan, Keraton Surakarta percaya jika ada orang yang peka akan hal gaib atau memiliki kekuatan supranatural, dapat melihat kehadiran Nyi Roro Kidul saat latihan maupun pementasan tarian ini.
Bahkan, ketika terdapat penari yang melakukan kesalahan gerakan, Kanjeng Ratu Roro Kidul akan membetulkan gerakannya. Namun, bagi orang biasa dan tidak memiliki kepekaan terhadap hal supranatural, tidak akan merasakan kehadiran Nyi Roro Kidul.
3. Sarana Hiburan
Tarian ini memang dipentaskan pada waktu tertentu saja dan pada saat tarian ini digelar, akan menjadi sarana hiburan bagi penontonnya.
Pasalnya, tarian ini begitu anggun dengan tempo yang lambat sehingga penonton akan bisa melihat keindahan tarinya dengan jelas. Selain itu, musik pengiringnya juga menggunakan gendhing ketawang yang memiliki irama yang menghibur.
Kumpulan Pertanyaan dan Jawaban Tentang Tari Bedhaya
Berikut adalah beberapa pertanyaan dan jawaban tentang Tari Bedhaya:
- Apa itu Tari Bedhaya?
Jawaban: Tari Bedhaya adalah tarian tradisional Jawa yang berasal dari Surakarta dan diperformankan sebagai bagian dari acara-acara istana. - Sejarah Tari Bedhaya, kapan pertama kali ditemukan?
Jawaban: Sejarah Tari Bedhaya berakar pada masa Kerajaan Mataram pada abad ke-16. Tari Bedhaya pertama kali ditemukan sekitar tahun 1600-an. - Apa fungsi Tari Bedhaya dalam masyarakat?
Jawaban: Fungsi Tari Bedhaya dalam masyarakat adalah sebagai tarian tradisional yang diperformankan dalam acara-acara istana atau acara-acara resmi lainnya, sebagai bagian dari upacara adat dan kebudayaan. - Bagaimana gaya dan teknik tari Bedhaya?
Jawaban: Gaya dan teknik tari Bedhaya memperlihatkan elegan dan keramahan. Tarian ini menekankan pada gerakan tangan dan mata yang halus, serta gerakan kaki yang lembut. - Apa saja instrumen musik yang digunakan dalam Tari Bedhaya?
Jawaban: Instrumen musik yang digunakan dalam Tari Bedhaya meliputi gamelan Jawa, rebab, dan gendang. - Apakah Tari Bedhaya masih dipraktikkan saat ini?
Jawaban: Ya, Tari Bedhaya masih dipraktikkan sampai saat ini dan terus diteruskan dari generasi ke generasi sebagai bagian dari warisan budaya Jawa.
Penutup Tari Bedhaya
Itulah ulasan yang menarik tentang tari bedhaya yang sakral dan sarat akan makna. Tarian ini menjadi tarian yang masih lestari hingga kini.
Kemudian, tarian ini juga seringkali dipentaskan saat adanya upacara kenaikan tahta di Keraton Surakarta.