Tari Caci – Pulau Flores menyimpan keindahan alam yang mempesona para wisatawan untuk berkunjung. Tidak hanya dari segi alam, kebudayaan khas Flores seperti Tari Caci juga memiliki daya tarik tersendiri.
Tarian yang dibawakan dua pemuda sambil bertarung dengan pecut serta perisai ini menyajikan penampilan yang mendebarkan sekaligus menghibur sebagai ciri khas NTT.
Asal Tari Caci
Tarian Caci berasal dari dua kata, “ca” yang artinya satu dan “ci” yang bermakna uji. Jika disatukan, tarian ini bermakna ujian yang dilakukan satu lawan satu.
Dulunya, fungsi tarian ini yakni sebagai pembuktian siapa pihak yang benar dan mana yang salah. Dengan konsep perang, tarian ini dibawakan sepasang lelaki yang memakai pecut untuk bertarung.
Lebih banyak luka cambuk di tubuh laki-laki, tandanya semakin terpandang. Masyarakat menganggap laki-laki yang telah mengikuti tarian Caci dilihat lebih dewasa dan dipandang lebih hormat di mata kaum perempuan maupun tetua adat.
Ini berarti, tarian Caci merupakan simbol kedewasaan. Sementara itu, kata “caci” sendiri juga memiliki hubungan dengan nyanyian yang terdapat dalam tarian ini.
Saat penari melakukan pementasan, seringkali terdengar nyanyian yang menyuarakan “caci caci”. Makna tarian ini terdiri dari tiga hal yaitu naring, menkes, serta hiang.
Naring maksudnya memuji, hiang yaitu menghormati, sedangkan menkes bermakna bergembira. Tiga kata ini menggambarkan dengan baik tarian Caci sebagai hal yang dilakukan sambil mengikutsertakan perasaan gembira sekaligus menghormati lawan, bahkan sebagai ungkapan syukur untuk Tuhan sang pencipta.
Saat salah satu dari anggota kelompok sedang bertarung, anggota lainnya memberikan dukungan dengan cara menari, diikuti sorak sorai dari penonton agar pertarungannya semakin seru.
Baca Juga: Tari Cakalele
Sejarah Tari Caci
Tarian ini dianggap kultur serta seni budaya yang sakral di Flores. Berdasarkan sejarah, tarian ini inspirasinya berasal dari adu kuat para pemuda dalam pertarungan antar wilayah secara turun temurun.
Walaupun memiliki unsur kekerasan yang kuat, sebenarnya filosofi yang dianut tarian ini adalah pesan sportivitas, damai, dan saling menghormati.
Zaman yang semakin berkembang membuat seni tari ini agak ditinggalkan, terutama kaum muda yang sudah banyak terpengaruh dengan faktor modernisasi.
Seni tari ini sendiri masih dipraktekkan hingga saat ini, namun tidak lagi menjadi satu-satunya penentu akan kedewasaan dan penghormatan terhadap kaum laki-laki.
Kegiatan ini sering dijadikan penampilan pada momentum reuni sebuah keluarga yang asalnya dari Manggarai. Saat ini ceritanya lebih berfokus pada keakraban serta persaudaraan.
Tidak selalu atraksi ujung kemampuan dan kekuatan. Biasanya tarian ini dibawakan oleh laki-laki yang luwes, berusia 20 sampai 50, dan memiliki kemampuan bertarung.
Baca Juga: Tari Campak
Properti Tari Caci
Penari Caci tidak bergerak begitu saja dalam membawakan tarian adat ini, melainkan diiringi dengan musik serta mengenakan properti untuk menambah kesan kuat dan menarik pada tariannya.
Selain itu juga terdapat properti lainnya yang dapat mendukung jalannya tarian Caci, yakni seperti berikut:
1. Cambuk
Cambuk berfungsi sebagai senjata utama untuk menyerang lawan. Biasanya cambuk yang digunakan penari terbuat dari bahan kulit sapi ataupun kerbau yang sudah dikeringkan sebelumnya.
Sedangkan bagian pegangannya dibuat dari kulit kerbau, dan ujungnya dipasang kulit kerbau lebih tipis yang telah kering (disebut lempa).
2. Celana
Properti berikutnya dalam tari Caci adalah bawahan, berupa celana panjang dengan warna putih yang dipadukan songket (kain khas Manggarai).
Bagian ini dipakai mulai dari pinggang sampai ke lutut, sedangkan bagian atas tubuhnya terbuka karena akan menerima serangan dari lawan.
3. Perisai
Alat yang berfungsi untuk melindungi penari dari serangan lawannya. Perisai digunakan dengan cara dipegang pada sebelah tangan kemudian busur penangkis di tangan lainnya, penari dapat menangkis serangan lawan dengan penggunaan perisai yang tepat.
Perisai dibuat dari bambu yang berjalin rotan, sementara itu perisainya berbentuk bundar dengan lapisan kulit kerbau yang sudah dikeringkan. Laki-laki yang menjadi penangkis lecutan lawan disebut dengan ta’ang.
4. Topeng
Pada bagian kepala, penari mengenakan topeng/panggal dengan bentuk menyerupai tanduk kerbau. Topeng ini memang dibuat dari kulit kerbau yang sudah mengeras, kemudian ditambah dengan hiasan kain warna-warni.
Wajah penari akan ditutupi sebagian oleh topeng, namun sebelumnya telah dibalut dengan destar atau handuk untuk melindungi area tersebut.
5. Alat Musik
Tidak lengkap jika tarian tidak disertai dengan iringan musik, apalagi meliputi adegan pertarungan yang menegangkan dan penuh semangat juang.
Biasanya alat musik yang dipakai dalam tarian Caci adalah gong, gendang, serta nyanyian lagu dari daerah Manggarai. Musik ini bertempo cukup cepat sehingga dapat disesuaikan dengan jalannya pertarungan.
6. Giring-giring
Ini adalah gelang yang dipakai pada pergelangan kaki penari. Sebagai aksesori tambahan, setiap kali petarung bergerak lincah, bunyi pada giring-giring ini turut meramaikan pertarungan.
Baca Juga: Tari Caping Ngancak
Pola Lantai Tari Caci
Pola lantai memiliki andil yang cukup besar dalam mengarahkan posisi penari ketika menampilkan tariannya. Dalam tarian Caci, sebenarnya tidak terdapat pola lantai khusus karena penari bergerak ke berbagai arah dengan tujuan melecutkan cambuk pada lawan.
Hal ini sesuai dengan tarian yang tidak menceritakan hal tertentu, melainkan murni pertarungan pemuda. Meski demikian, pola yang paling sering terlihat adalah gerak vertikal dimana penari melangkahkan kakinya maju atau mundur untuk menyerang maupun menghindar.
Pola vertikal secara filosofi melambangkan hubungan antara manusia dengan sang pencipta. Manusia tunduk kepada Tuhan, dengan menjaga hubungan yang baik antar sesama.
Gerakan Tari Caci
Pentas seni ini biasanya diikuti iringan bunyi pukulan gendang, gong, serta nyanyian pendukung. Gerakan yang terdapat dalam tarian ini dibagi menjadi dua kategori, masing-masing dilakukan bergantian dengan bertukar posisi menjadi penyerang atau bertahan.
Gerakan utama yang dilakukan dalam tarian ini yakni melecutkan cambuk ke arah lawan, sedangkan pihak yang lain harus bertahan dengan memanfaatkan perisai yang dimilikinya.
Penari melakukan berbagai gerakan agar tidak terkena serangan, tentu dengan memakai perisainya. Jadi, gerakan inti dalam tarian ini adalah menyerang serta bertahan.
Keunikan Tari Caci
Dalam tarian ini, banyak disertakan adegan mencambuk antara satu penari dengan yang lainnya. Bagi yang menonton, mungkin tidak ada yang ingin jika dicambuk.
Lain halnya dengan pemuda dari Flores, tepatnya suku Manggarai. Cambukan dianggap sebagai kebanggaan, sukacita, dan kesenangan. Itulah perasaan yang terwujud ketika membawakan tarian Caci.
Cambukan tersebut merupakan keunikan dari tarian asal NTT ini. Selain itu, tarian Caci juga dianggap sebagai proses pendewasaan dari pemuda Flores sampai beranjak dewasa.
Meski bernuansa pertarungan, keunikan tarian ini justru terletak pada filosofinya yang menjunjung kedamaian dan semangat yang sportif.
Tidak ada rasa dendam antara petarung akan hasil pertarungannya, melainkan saling berbagi semangat dan menghargai.
Jika hanya menimbulkan rasa benci, tentu tidak sesuai dengan kebiasaan bermasyarakat di NTT yang dikenal bersahabat dan ramah antar sesama.
Fungsi Tari Caci
Setiap tarian memiliki fungsi yang menjadikannya karya seni berkualitas dan memberi manfaat bagi banyak orang. Tarian Caci juga memiliki berbagai fungsi yang membuatnya unggul sebagai tarian khas dari NTT, seperti berikut:
1. Fungsi Ritual dan Adat
Fungsi yang pertama berkaitan dengan aktivitas ritual, yakni sebagai simbol komunikasi kepada sang kuasa yang diagunkan oleh masyarakat Flores.
Hal ini terlihat dari beberapa doa dan mantra yang dibacakan serta sesaji yang perlu disertakan pada saat melangsungkan acara Caci. Tujuannya agar penonton dan pemain diberikan keselamatan selama pertunjukan.
Tarian Caci seringkali dimainkan sebagai ungkapan syukur ketika musim panen (disebut hang woja) serta ritual untuk menyambut tahun baru (penti), hingga upacara saat pembukaan lahan. Seringkali tarian Caci juga dibawakan saat menyambut tamu-tamu penting.
2. Fungsi Estetika
Unsur estetika atau keindahan tidak terlepas dari sebuah tarian, termasuk Caci asal NTT. Keindahan dalam tarian ini terpancar dari pakaian yang dikenakan, lagu dan pengiring yang dimainkan.
Hingga keindahan berbahasa yang dilontarkan oleh para pemain. Semuanya membentuk satu kesatuan padu sehingga menghasilkan sesuatu yang dapat dinikmati sebagai pertunjukan yang utuh.
3. Fungsi Sosial
Fungsi yang berikutnya dari tari Caci berkaitan dengan interaksi sosial. Melalui diselenggarakannya pertunjukan seni, masyarakat berkesempatan untuk bertemu dengan orang lain yang berasal dari berbagai daerah.
Tentu kebudayaan masing-masing juga berbeda, sehingga dapat membuka terjadinya dialog, bertukar pikiran akan ilmu yang baru serta menjalin pertemanan dengan orang-orang dari asal yang beragam.
4. Fungsi Hiburan
Tarian Caci kental akan nuansa hiburan, sehingga penonton dapat lebih tertarik serta menghayati apa yang ditampilkan.
Dalam tarian yang mendebarkan ini, semangat penari dalam adegan pertarungan diikuti suara nyanyian tertentu bisa menghibur masyarakat sehingga turut merasakan semangat juang sambil menyuarakan dukungan terhadap para pemain.
Penutup Tari Caci
Itulah ulasan mengenai seni tari Caci. Destinasi liburan di NTT seperti Labuan Bajo hingga Pulau Komodo menyimpan keindahan yang menakjubkan.
Begitu juga dengan kebudayaan seperti kesenian tari yang dibawakan warga Flores sebagai pertunjukan yang bermuatan semangat juang. Harapannya, tarian ini dapat dilestarikan oleh generasi penerus sebagai peninggalan sejarah yang berharga dari NTT.