Pakaian Adat Sulawesi Tenggara – Pakaian adat merupakan salah satu warisan bangsa kita dan tergolong sebagai produk budaya yang khas dan unik.
Setiap pakaian adat dikenakan dan menjadi identitas suatu kelompok etnis, seperti halnya pakaian adat Sulawesi Tenggara yang menjadi karakter dan identitas masyarakat setempat yang mendiami provinsi tersebut.
Lantas, kira-kira bagaimana sih sebenarnya pakaian adat Sulawesi Tenggara? Ada Berapa jenis pakaian tradisional yang berasal dari Sulawesi Tenggara? Serta, keunikan apa yang terdapat pada masing-masing pakaian tradisional tersebut?
Untuk mengetahui jawaban selengkapnya, mari kita scroll ke bawah artikel ini dan simak penjelasannya sampai tuntas ya.
Pakaian Adat Sulawesi Tenggara
Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi di Indonesia. Ibukota dari provinsi ini berada di Kabupaten Kendari. Beberapa suku yang mendiami provinsi Sulawesi Tenggara adalah suku Tolaki, Muna, Buton, Morenene, dan Wawonii. Berbagai kelompok suku ini tersebar luas di seluruh Sulawesi Tenggara.
Perlu diketahui bahwa Suku Tolaki merupakan suku yang paling banyak atau mayoritas menghuni Sulawesi Tenggara, maka tidak heran jika budaya dan tentunya pakaian adat wanita atau pria suku Tolaki menjadi ikon pakaian adat Sulawesi Tenggara. Pakaian tradisional khas suku Tolaki yang paling populer adalah busana Babu Nggawi.
Keunikan Pakaian Adat Sulawesi Tenggara
Setiap pakaian adat memiliki ciri khas dan keunikannya masing-masing. Hal ini sebagai bentuk untuk menunjukkan suatu karakter suku dan identitas dari suku yang mengenakan pakaian adat tersebut.
Bahan Pakaian yang Mengkilap
Salah satu keunikan dari pakaian adat Sulawesi Tenggara adalah umumnya pakaian adat mereka banyak menggunakan bahan material yang mengkilap dan menampilkan kesan glamor. Bahan-bahan yang dipilih seperti kain satin ataupun kain sutra yang kian menambah daya tarik pakaian tradisional itu sendiri
Penggunaan Sarung yang Berlapis-lapis
Salah satu keunikan dari pakaian adat Sulawesi Tenggara adalah penggunaan sarung sebagai busana bawahan yang jumlahnya berlapis-lapis. Beberapa ada yang mengenakan 2 sampai 3 lapis sarung. Hal ini dilakukan sebagai penguat busana dan agar tidak tampak terawang oleh pandangan mata yang melihat penampilan pakaian adat tersebut.
Sarung Tenun Khas Sulawesi Tenggara
Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki ciri khas pada pakaian adatnya. Ciri khas pakaian adat tersebut selalu dilengkapi dengan kain tenun sarung khas Sulawesi Tenggara.
Kain tenun sendiri merupakan produk budaya yang memiliki corak khas di setiap daerah, di Kabupaten Buton misalnya. Di daerah ini banyak menghasilkan kain tenun khas dengan menggunakan bahan dasar yang didapatkan dari alam.
Selain Kabupaten Buton, beberapa daerah lainnya juga masih menghasilkan produk budaya khas tersebut. Seperti di daerah Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Muna. Proses pembuatan dan bahan yang digunakan masih sangat konvensional, maka tidak heran jika kain tenun tradisional ini hingga dibanderol harga jutaan rupiah.
Salah satu ciri khas motif kain tenun khas Muna adalah berbentuk motif kotak-kotak kecil dan garis-garis horizontal maupun vertikal. Motif kotak pada kain tenun tersebut yang diperuntukkan khusus busana laki-laki, sedangkan motif garis diperuntukkan khusus busana perempuan, baik itu horizontal maupun vertikal.
Nama Pakaian Adat Sulawesi Tenggara
Seperti pakaian adat yang berasal dari berbagai daerah, pakaian adat Sulawesi Tenggara juga memiliki keanekaragaman jenis pakaian. Berdasarkan suku yang mendiami tanah Sulawesi Tenggara, pakaian tradisional Sulawesi Tenggara ini dibedakan menjadi 3 jenis.
Ketiga jenis pakaian tradisional tersebut diantaranya adalah pakaian adat suku Tolaki, pakaian adat suku Muna, dan pakaian adat suku Buton. Adapun penjelasan lengkap mengenai ketiga jenis pakaian adat tersebut dapat disimak di bawah ini.
No | Macam Macam Pakaian Adat Sulawesi Tenggara |
1 | Pakaian Adat Suku Tolaki |
2 | Pakaian Adat Suku Muna |
3 | Pakaian Adat Suku Buton |
1. Pakaian Adat Suku Tolaki
Pakaian adat Sulawesi Tenggara yang pertama adalah pakaian adat suku Tolaki. Suku Tolaki merupakan salah satu kelompok etnis di Sulawesi Tenggara yang mendiami beberapa wilayah seperti,
Pada zaman dahulu pakaian adat ini biasa dikenakan oleh para bangsawan, saudagar, dan beberapa tokoh adat dan sekelompok orang dengan status sosial yang terpandang. Akan tetapi dewasa ini baju adat Tolaki bisa dipakai oleh semua kalangan masyarakat suku Tolaki.
Pakaian adat suku Tolaki yang dibuat dari bahan serat pohon. Serat yang biasa digunakan adalah serat pohon Usongi, Dalisi, Wehuka, dan tentunya Otipulu. Kayu dari pohon-pohon tersebut direbus kemudian direndam hingga tekstur kayu menjadi lembut.
Setelah tekstur lembut tersebut, kayu dipukul-pukul sampai tipis dan lebar. Dengan kondisi seperti ini serat kayu dapat diambil dan kemudian dijahit menjadi bahan dasar pakaian.
Pakaian adat Sulawesi Tenggara jenis ini cukup populer. Pakaian tradisional ini biasa digunakan pada saat upacara adat pernikahan. Meskipun, beberapa acara sakral lain juga kerap mengenakan pakaian adat tersebut.
Pakaian Adat Suku Tolaki untuk Wanita
Pakaian adat Suku Tolaki yang diperuntukkan bagi wanita Tolaki dinamakan dengan baju adat Babu Nggawi. Pakaian adat ini terdiri dari bagian atasan yang dinamakan Lipa Hinoru dan untuk bagian bawahan bernama Roo Mendaa.
Untuk bagian atasan berupa potongan pendek satu bahu, sedangkan untuk bawahannya berupa rok panjang sampai ke mata kaki. Keunikan dari pakaian adat Lipa Hinoru yang dilengkapi dengan manik-manik berwarna emas yang tersusun di bagian depan baju atasan, manik-manik ini didesain dengan corak dan motif khas suku Tolaki.
Para wanita juga dihiasi dengan aksesoris pelengkap yang digunakan untuk melengkapi pakaian adat Sulawesi Tenggara. Bagian rambut para wanita biasa mengenakan hiasan sanggul yang beraroma semerbak harum. Sanggulnya juga memiliki bentuk yang khas semacam bentuk bunga kecil yang dibuat mengkilap atau berkilau.
Di sisi lain, setiap wanita yang berdandan, mereka harus mengikuti beberapa ketentuan bagaimana urutan wajib mengenai langkah-langkah berdandan berdasarkan kepercayaan suku Tolaki.
Pakaian Adat Suku Tolaki untuk Pria
Pakaian adat Babu Nggawi Langgai diperuntukkan khusus pria yang tentunya memiliki desain yang berbeda dari pakaian adat Babu Nggawi, yakni terdiri dari busana Babu Kandiu sebagai atasan yang memiliki bentuk lengan panjang dan dihiasi pernak-pernik keemasan di beberapa sisi bajunya. Sementara bawahan untuk kaum pria berupa celana panjang yang dinamakan dengan Saluaro Ala.
Pakaian adat Sulawesi Tenggara jenis ini juga kerap dihiasi dengan beberapa aksesoris tambahan, seperti ikat pinggang atau dikenal dengan Sulepe, ikat kepala atau yang diberi nama Pabele, serta aksesoris khas Tolaki lainnya.
Filosofi dan Makna Warna pada Pakaian Adat Suku Tolaki
Pakaian adat suku Tolaki memiliki beragam warna yang menghiasi pakaian tradisional tersebut. Beberapa warna pada pakaian tidak serta merta dipilih, melainkan melalui pertimbangan nilai filosofis apa yang terkandung di dalamnya.
Warna pertama adalah warna hitam. Warna ini dipilih karena sebagai bentuk khusus yang digunakan oleh para pengurus adat. Warna ini melambangkan kemampuan dan kematangan dalam membina adat istiadat masyarakat.
Kemudian warna biru, merah, dan coklat yang melambangkan khusus golongan penguasa atau bangsawan suku Tolaki. Warna merah cenderung melambangkan kesucian pada masyarakat.
Busana adat Tolaki juga diwarnai dengan warna putih. Warna ini dikhususkan bagi tokoh adat. Warna putih yang merupakan simbol kesucian hati dan lambang keluhuran bagi pemerintahan suku Tolaki.
2. Pakaian Adat Suku Muna
Suku Muna sendiri adalah kelompok etnis yang banyak mendiami Kabupaten Muna, provinsi Sulawesi Tenggara. Suku ini memiliki pakaian yang tidak biasa seperti suku lainnya. Pakaian adat suku Muna juga identik dengan penggunaan sarung yang dinamakan bheta.
Pakaian Adat Suku Muna untuk Wanita
Baju adat yang diperuntukkan bagi wanita suku Muna terdiri dari beberapa komponen pakaian yang meliputi bhadu, bheta, dan kain yang dililitkan di pinggang, yang disebut simpulan kagogo.
Tidak seperti badhu khusus para pria Muna yang cenderung berwarna putih, bhadu wanita Muna justru berwarna merah atau biru yang terbuat dari bahan kain satin. Bhadu wanita Muna juga memiliki lubang pada bagian atas pakaian yang digunakan untuk memasukkan kepala wanita. Bhadu wanita juga cukup beragam dengan lengan tangannya yang pendek dan panjang.
Pakaian adat Sulawesi Tenggara jenis wanita Muna ini memiliki model dengan lengan pendek yang kemudian disebut dengan kuta kutango, pakaian jenis ini biasa digunakan sebagai busana untuk kegiatan sehari-hari.
Meskipun digunakan dalam kegiatan sehari-hari, pakaian ini tidak tampil secara polosan, melainkan baju ini juga diberikan hiasan motif berwarna kuning emas. Baju tradisional ini juga dilengkapi sarung dengan kombinasi warna yang cenderung gelap, seperti warna hitam, coklat, biru, merah, dan berbagai warna gelap lainnya. Selain itu sarung juga dihiasi dengan corak garis-garis horizontal.
Untuk bagian bawahan, para wanita Muna kerap mengenakan sarung sampai 3 lapis sarung secara bersamaan. Pada lapisan pertama, berupa sarung atau rok berwarna putih yang dililitkan melingkar ke pinggang wanita. Lapisan kedua adalah sarung yang digunakan untuk membalut baju atasan, sarung ini dililitkan pada bagian dada menjuntai sampai ke batas lutut. Serta pada lapisan terakhir, sarung digulung pada bagian dada yang berada diantara ketiak.
Pakaian adat suku Muna juga tak lengkap tanpa adanya aksesoris pendukung yang meliputi hiasan renda pada setiap bagian ujung lengan pakaian serta di bagian lubang leher ditambahkan hiasan warna kuning emas.
Pakaian Adat Suku Muna untuk Pria
Model pakaian adat Suku Muna khusus untuk kaum pria terdiri dari baju atasan yang dinamakan bhadu, dan bagian bawahan berupa sarung yang dinamakan bheta serta celana yang dikenal dengan sala. Umumnya sarung yang dikenakan suku Muna adalah sarung dengan corak geometris horizontal khas dengan warna merah.
Para pria juga mengenakan aksesoris tambahan berupa penutup kepala yang biasa dikenal dengan songkok atau juga bisa diganti dengan balutan kain yang menutup kepala yang disebut dengan kampurui.
Pakaian adat Sulawesi Tenggara jenis ini tergolong pakaian dengan lengan pendek dan cenderung identik dengan warna putih layaknya pakaian model kekinian.
Para pria suku Muna juga mengenakan ikat pinggang khas yang berupa kain dengan corak batik. Kemudian ditambahkan ikat pinggang dari logam dengan khas warna kuning. Ikat pinggang ini berfungsi untuk penguat sarung juga tempat untuk menyelipkan senjata tradisional yang kerap mereka bawa serta.
3. Pakaian Adat Suku Buton
Pakaian adat Sulawesi Tenggara yang ketiga adalah pakaian adat suku Buton. Pakaian adat jenis ini terbilang sebagai busana yang cukup sederhana. Karakteristik pakaian tradisional ini tampak dengan rumbai-rumbai di bagian ikat pinggang yang dikenal dengan sebutan kabokena tanga.
Pakaian adat suku Buton dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan jenis kelamin siapa yang mengenakan pakaian tradisional tersebut.
Busana tradisional suku Buton biasa dikenakan sebagai busana sehari-hari, selain itu pakaian tersebut juga kerap digunakan ketika sedang menghadiri berbagai upacara adat suku Buton. Tentunya dengan penampilan yang lebih mewah dan tambahan aksesoris yang menawan.
Salah satu upacara adat suku Buton adalah acara sunatan suku Buton atau upacara Posou yang berarti adat memingit anak gadis. Upacara Posuo khusus diperuntukkan bagi anak gadis yang sudah menginjak usia dewasa.
Pakaian Adat Suku Buton untuk Wanita
Untuk para kaum wanita suku Buton, mereka biasa mengenakan baju adat Kambowa yang merupakan busana adat dengan desain lengan pendek tanpa dilengkapi aksesoris kancing. Baju tradisional ini disebut dengan bia-bia itanu yang berarti memiliki corak kotak-kotak kecil.
Pakaian adat Sulawesi Tenggara jenis ini juga kerap dilengkapi dengan berbagai macam aksesoris perhiasan seperti cincin, gelang, dan anting-anting dengan bahan logam emas.
Saat upacara adat Posuo berlangsung, anak gadis mengenakan kalambe. Terdapat ciri khas untuk mengetahui perbedaan antara gadis yang sudah dipingit dan gadis yang belum. Bagi anak gadis yang sudah dipingit, gadis tersebut memakai aksesoris gelang yang dihiasi dengan manik manik (kabokenalimo). Gelang tersebut biasanya melingkari pergelangan tangan kirinya.
Busana Kalambe sendiri merupakan baju Kambowa yang dilengkapi dengan dua lapis sarung sebagai bawahan pakaian. Pada lapisan pertama, sarung dililitkan pada bagian pinggang dengan ukurannya yang lebih panjang daripada sarung yang dikenakan pada bagian lapisan terluar.
Kedua sarung tersebut diikat dengan bantuan aksesoris berupa ikat pinggang dan ditutup dengan beberapa perhiasan emas.
Para wanita juga menata rambutnya dengan model disanggul dan diberi aksesoris dari kain atau logam yang berwarna kuning. Perhiasan diatas kepala tersebut berbentuk motif kembang cempaka.
Pakaian Adat Suku Buton untuk Pria
Dimana untuk para pria Buton, model dan desain pakaian adat jenis ini terdiri dari sarung dan ikat kepala yang senada dengan motif dan berwarna biru. Ikat kepala inilah yang memiliki motif dan warna menjadi ciri khas masyarakat dari suku Buton. Penggunaan ikat kepala khas ini juga terbilang unik, yakni dengan cara menumpuk beberapa lipatan ikat kepala.
Untuk anak pria yang disunat, mereka biasa mengenakan pakaian adat yang dikenal dengan sebutan Ajo Tandaki. Pakaian adat Ajo Tandaki sendiri hanya diperuntukkan bagi golongan atau kelompok keturunan bangsawan. Hal ini karena Tandaki sendiri memiliki makna sebagai mahkota.
Anak laki-laki suku Buton memakai pakaian adat yang terdiri dari ikat pinggang atau dikenal dengan sebutan sulepe, mahkota, dan sarung berhias motif khas Sulawesi Tenggara atau dikenal dengan sebutan bia ibolaki.
Aksesoris mahkotanya sendiri terbuat dari kain merah, dengan hiasan manik-manik dan bulu burung cenderawasih dan berbagai hiasan lainnya.
Aksesoris Pelengkap Pakaian Adat Sulawesi Tenggara
Pakaian adat tidaklah terlepas dari keberadaan aksesoris pelengkap. Keberadaan aksesoris mampu mendukung siapa saja yang mengenakan pakaian adat semakin percaya diri dan tentunya tampak semakin memancarkan keunikan dari busana khas tersebut.
Hal ini juga berlaku pada pakaian adat Sulawesi Tenggara, busana tradisional ini juga didukung dengan berbagai macam aksesoris tambahan agar semakin mempercantik penampilan serta menampilkan ciri khas dan keunikan tersendiri dari busana tradisional Sulawesi Tenggara tersebut.
Adapun aksesoris pelengkap pakaian tradisional Sulawesi Tenggara diantaranya adalah sebagai berikut.
Penutup Kepala
Pakaian adat Sulawesi Tenggara memiliki aksesoris khas berupa penutup kepala. Penutup kepala sendiri merupakan aksesoris yang diperuntukkan bagi para pria, biasanya penutup kepala ini berbentuk segitiga yang meruncing.
Masyarakat Sulawesi Tenggara biasa menyebutnya sebagai Pabele atau Kampurui yang terbuat dari bahan kain dengan motif khas Sulawesi Tenggara. Model dari penutup kepala Pabele dari Sulawesi Tenggara memiliki kemiripan dengan penutup kepala yang berasal dari pakaian adat Maluku Utara.
Ikat Pinggang
Ikat pinggang juga merupakan aksesoris penting pada pakaian adat Sulawesi Tenggara. Aksesoris ini bukan hanya untuk mempercantik penampilan, melainkan sebagai pengikat bagian busana bawah agar tidak mudah terlepas.
Ikat pinggang khas Sulawesi Tenggara dinamakan dengan ikat pinggang Sulepe, yakni ikat pinggang yang dibuat dari bahan material logam dengan motif khas Sulawesi Tenggara.
Senjata Tradisional
Tidaklah lengkap rasanya pakaian adat Sulawesi Tenggara tanpa dilengkapinya aksesoris berupa senjata tradisional. Hal ini dilakukan dengan bertujuan untuk aksesoris pelengkap dan juga sebagai perlindungan diri sebagaimana kepercayaan suku-suku setempat.
Senjata tradisional yang biasa ditambahkan pada pakaian adat Sulawesi Tenggara adalah senjata Leko. Senjata tradisional ini disematkan di bagian ikat pinggang sang pria. Senjata ini juga diyakini mampu membuat sang pria yang membawanya akan terlihat gagah dan berwibawa.
Perhiasan
Pakaian adat Sulawesi Tenggara juga kerap dihiasi dengan aksesoris perhiasan. Hal ini dilakukan agar semakin mempermanis masyarakat Sulawesi Tenggara dalam penggunaan pakaian adat mereka.
Beberapa perhiasan yang dikenakan adalah kalung, gelang, anting, dan hiasan sanggul yang semuanya dibuat dari bahan material emas murni. Keberadaan perhiasan kerap dikenakan para wanita suku Sulawesi Tenggara sebagai penunjuk status sosial setiap individunya.
Sapu Tangan
Siapa sangka bahwa pakaian adat Sulawesi Tenggara juga dilengkapi dengan aksesoris berupa sapu tangan. Aksesoris jenis ini biasa dikenakan oleh para pria pada saat mengenakan pakaian adat.
Sapu tangan bukanlah sembarang sapu tangan, melainkan sapu tangan dengan model khas Sulawesi Tenggara di mana warnanya disesuaikan dengan warna baju yang dikenakan sang pria.
Penutup Pakaian Adat Sulawesi Tenggara
Demikian penjelasan mengenai 3 jenis pakaian adat Sulawesi Tenggara lengkap dengan keunikan dan aksesoris khasnya. Bagaimana? Begitu menarik bukan? Setiap pakaian adat di Indonesia tidak hanya indah melainkan sebagai identitas khas bangsa kita.
Oleh karena itu, kita sebagai bangsa yang besar sudah sepatutnya untuk terus menjaga dan melestarikan budaya bangsa kita, agar budaya kita tetap terjaga dan dikenal sampai ke anak cucu keturunan kita.
Pakaian Adat Sulawesi Tenggara
sumber referensi:
@https://kearifanlokal.com/jenis-dan-nama-pakaian-adat-sulawesi-tenggara/amp/
@https://pariwisataindonesia.id/jelajah/3-pakaian-adat-khas-sulawesi-tenggara/
@https://www.adatindonesia.org/pakaian-adat-sulawesi-tenggara/
@https://www.celebes.co/pakaian-adat-sulawesi-tenggara